KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah Yang Maha Esa atas rahmat
dan hidayah Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini sebagai salah satu tugas kelompok mata kuliah “Sejarah Pendidikan
Islam”.
Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, hal itu dikarenakan
kemampuan penulis yang terbatas. Namun, berkat bantuan dan dorongan berbagai
pihak akhirnya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Kami berharap dalam penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat,
khususnya bagi kami sendiri dan para pembaca umumnya. Dan semoga dapat menjadi
bahan pertimbangan untuk mengembangkan dan meningkatkan prestasi di masa yang
akan datang.
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Pekanbaru , Maret 2019
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..................................................................................................... 1
DAFTAR
ISI.................................................................................................................... 2
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................................ 3
a.
LATAR BELAKANG...................................................................................... 3
b.
RUMUSAN MASALAH................................................................................. 3
c.
TUJUAN MASALAH...................................................................................... 4
BAB
II PEMBAHASAN................................................................................................. 5
A. PENDIDIKAN
ISLAM PADA MASA ABU BAKAR................................. 5
B. PENDIDIKAN
ISLAM PADA MASA UMAR............................................. 8
C. PENDIDIKAN
ISLAM PADA MASA USMAN......................................... 12
D. PENDIDIKAN
ISLAM PADA MASA ALI................................................. 14
E. LEMBAGA-LEMBAGA
PENDIDIKAN..................................................... 17
F. PUSAT-PUSAT PENDIDIKAN DAN PARA ULAMA ............................. 19
BAB
III PENUTUP........................................................................................................ 22
A. KESIMPULAN.............................................................................................. 22
B. SARAN........................................................................................................... 23
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar
belakang
Setelah
Nabi Muhammad Saw. wafat, kaum Anshar menghendaki agar orang yang menggantikan
menjadi khalifah adalah dari kalangan mereka. Ali ibnu Abi Thalib menginginkan
beliaulah yang menjadi khalifah, karena ia menantu dan kerabat terdekat Nabi.
Namun sebahagian besar kaum muslimin menghendaki Abu Bakar. Maka dipilihlah
beliau menjadi khalifah. Orang-orang yang tadinya ragu-ragu, segera ikut
memberikan ba’iah kepada Abu Bakar. Selanjutnya kekhalifahan dilanjutkan oleh
Umar ibnu Khattab, Usman ibnu Affan dan terakhir khalifah Ali ibnu Abi Thalib.
Para khalifah memusatkan perhatiannnya kepada pendidikan, syiarnya agama, dan
kokohnya Negara Islam. Materi pendidikan yang dicontohkan oleh Nabi Saw.
adalah: pendidikan tauhid, pendidikan shalat (ibadah), pendidikan adab sopan
santun dalam keluarga dan dalam bermasyarakat (kehidupan sosial), pendidikan
kepribadian, dan pendidikan hankam. pendidikan islam bersumber pada Al-Qur’an
dan Hadist untuk membentuk manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Allah
SWT, dan untuk memelihara nilai-nilai kehidupan sesama manusia agar dapat
menjalankan pendidikan dan dapat menjalanakan
seluruhh kehidupannya, sebagaimana yang telah di tentukan Allah dan
RasulNya demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
b.
Rumusan
masalah
1. Bagaimana
Pendidikan Islam Pada Masa Abu Bakar?
2. Bagaiman
Pendidikan Islam Pada Masa Umar?
3. Bagaimana
Pendidikan Islam Pada Masa Usman?
4. Bagaimana
Pendidikan Islam Pada Masa Ali?
5. Apa
saja lembaga dan pusat pendidikan masa Khulafa Rasyidin?
6. Siapa
saja ulama yang tertekenal masa Khulafa Rasyidin?
c.
Tujuan
penulisan
1. Mengetahui
bagaimana pendidikan Islam pada masa Abu Bakar
2. Mengetahui
bagaiman pendidikan Islam pada masa Umar
3. Mengetahui
bagaimana pendidikan Islam pada masa Usman
4. Mengetahui
bagaimana pendidikan Islam pada masa Ali
5. Mengetahui
apa saja lembaga dan pusat pendidikan masa Khulafa Rasyidin
6. Mengetahui
siapa saja ulama yang tertekenal masa Khulafa Rasyidin
7. Menambah
wawasan dan pengetahuan bagaimana pendidikan Islam pada masa Khulafah Rasyidin
8. Memenuhi
tugas makalah kelompok mata kuliah SPI
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pada
Masa Abu-Bakar as-Siddiq (632-634)
Abu
Bakar As Siddiq lahir di
Mekkah, Arab Saudi, 27 Oktober 573 M dan Wafat di Madinah, Arab Saudi, 23 Agustus 634 M. Abu Bakar As
Siddiq lahir bersamaan dengan tahun kelahiran Nabi Muhammad Saw. pada 572
Masehi di Mekah, berasal dari keturunan Bani Taim, suku Quraisy. Nama aslinya
adalah Abdullah ibni Abi Quhaafah. Ayahnya Abu Bakar bernama Uthman Abu
Quhafa dan ibunya bernama Salma Umm-ul-Khair.[1]
Setelah Nabi wafat, sebagai pemimpin umat Islam
adalah Abu Bakar as-Siddiq sebagai khalifah. Khalifah adalah pemimpin yang di
angkat setelah Nabi wafat untuk menggantikan Nabi dan melanjutkan tugas-tugas
sebagai pemimpin agama dan pemerintahan.
Masa awal kekhalifaan Abu Bakar
diguncang pemberontakan oleh orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku
sebagai nabi dan orang-orang yang mengaku sebagai nabi dan orang-orang yang
enggan membayar zakat. Bedasarkan hal ini Abu Bakar memusatkan perhatiannya
untuk memerangi para pemberontak yang dapat mengacaukan keamanaan dan
memengaruhi orang-orang Islam yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari
ajaran Islam. Dengan demikian, dikirimlah pasukan untuk menumpas para
pemberontak di Yamamah. Dalam penumpasan ini banyak umat Islam yang gugur, yang
terdiri dari sahabat dekat Rasulullah dan para hafiz Al-Qur’an, sehingga
mengurangi jumlah sahabat yang hafal Al-Qur’an. Oleh karena itu, Umar bin
Khatab, menyarankan kepada khalifah Abu Bakar
untuk mengmpulkan ayat-ayat Al-Qur’an, kemudian untuk merealisasikan saran
tersebut diutuslah Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan semua tulisan al-Qur’an.
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari
segi materi maupun lembaga pendidikannya.
Dari segi materi pendidikan Islam
terdiri dari pendidikan tauhid atau keimana,
akhlak, ibadah, kesehatan dan lain sebagainya.
1. Pendidikan
Keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib di sembah adalah
Allah.
2. Pendidikan
Akhlak, seperti adab masuk rumah oaring, sopan santun bertetangga, bergaul
dalam masyarakat, dan lain sebagainya. Pendidikan ibadah seperti pelaksanaan
sholat, puasa, dan haji.
3. Kesehatan
seperti tentang kebersihan, gerak-gerik dalam sholat merupakan didikan untuk
memperkuat jasmani dan rohani.
Menurut
ahmad syalabih, lembaga untuk belajar membaca, menulis ini disebut kuttab. Kuttab merupakan lembaga
pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan Fahmi
mengatakan bahwa kuttab didirikan
oleh orang-orang arab pada masa abu bakar dan pusat pembelajaran pada saat ini
adalah madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para
sahabat Rasul yang terdekat. Lembaga pendidikan islam adalah masjid, masjid
dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan dan lembaga
pendidikan islam, sebagai tempat sholat berjama’ah, tempat membaca Al-Qur’an
dan sebagainya.
Tampuk kekhalifaan terus berganti apalagi Abu Bakar as-Siddiq
telah menyaksikan problematika yang timbul dikalangan kaum muslimin pasca
wafatnya nabi Muhammad terus meruncing. Bedasarkan fakta yang demikian, Abu
Bakar as-Siddiq menunjuk umar bin khattab (634-644 M). Sebagai penggantinya
yang bertujuan untuk mencegh supaya tidk terjadi perselisihan dan perpecahan
dikalangan umat islam dan ternyata kebijakan abu bakar as-siddiq diterima, oleh
karangan masyarakat.[2]
Bedasarkan uraian diatas, penulis berkesimpulan bahwa
pelaksanaan pendidikan islam pada masa khalifah Abu Bakar ini adalah sama
dengan pendidikan islam pada masa nabi baik materi maupun lembaga
pendidikannya.
1. Kondisi
Masyarakat Pada Masa Abu Bakar Shidiq
Masa awal kekhalifaan Abu Bakar
diguncang pemberontakan oleh orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku
sebaai nabi dan orang-orang yang enggan membayar zakat. Bedasarkan hal ini Abu
Bakar memusatkan perhatiannya untuk memerangi para pemberontak yang dapat
mengacaukan keamanan dan mempengaruhi orang-orang Islam yang masih lemah
imannya untuk menyimpang dari ajaran islam.
Untuk menghadapi para pemberontak
tersebut, Abu Bakar bermusyawarah dengan para sahabat dan kaum muslimin. Dalam
musyawarah tersebut diputuskan bahwa semua golongan yang telah menyeleweng dari
kebenaran harus di perangi, sehingga mereka semua kembali kepada kebenaran atau khalifah mati syahid dalam perjuangan
menegakan agama Allah. Keputusan ini didukun sepenuhnya oleh kaum muslimin
walaupun pada awalnya di anjurkan untuk berdamai dengan para pembelot agama
tersebut.
Kemudian Abu Bakar mengirim pasukan
untuk menumpas para pemberontak di Yamanah. Dalam penumpasan ini banyak umat
Islam yang gugur, yang terdiri dari sahabat dekat Rasulullah dan para hafiz
al-Qur’an sehingga mengurangi jumblah sahabat yang hafal al-Qur’an. Oleh karena
itu, Umar bin Khattab menyarabkan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan
ayat-ayat al-Qur’an kemudian untuk
merealisasikan saran tersebut, diputuskan bahwa Zait bin Tsabit ditugaskan
untuk mengumpulkan semua tulisan al-Qur’an yang masih berserakan tempatnya
2. Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Abu Bakar
Shidiq
a.
Lembaga pendidikan
Lembaga pendidikan pada masa Abu Bakar seperti
lembaga pendidikan pada masa Nabi, namun dari segi kuantitas maupun kualitas sudah banyak
mengalami perkembangan.
1.) Kutab
Pada masa Abu Bakar lembaga pendidikan kutab
mencapai tingkat kemajuan yang berarti, kemajuan lembaga kutab ini terjadi
ketika masyarakat muslim telah menaklukan beberapa daerah dan menjalin kontak
dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Lembaga pendidikan ini menjadi sangat
penting sehingga para ulama berpendapat bahwa mengajarkan al-Qur’an merupakan
fardu kifayah.
2.) Masjid
Masjid merupakan lembaga pendidikan lanjutan setelah
anak tamat belajar pada kutab. Di masjid ini ada dua tingkat pendidikan yaitu,
tingkat menengah dan tingkat tinggi. Yang membedakan antara kedua tingkatan
tersebut adalah tingkat menengah, gurunya belum mencapai status ulama besar,
sedangkan pada tingkat tinggi, para pengajarnya adalah ulama yang memiliki
pengetahuan yang mendalam dan intregutas kesalehan dan kealiman yang diakui
oleh masyarakat.
3.) Materi
pendidikan
Materi pendidikan yang diajarkan pada kutab adalah;
(1) membaca dan menulis, (2) membaca al-Qur’an dan menghafalnya, (3)
pokok-pokok agama islam seperti keimanan, ibadah, akhlak, dan muamalat.
Sedangkan materi pendidikan pada tingkat menengah dan tinggi adalah: (1)
al-Qur’an dan tafsirnya, (2) Hadist dan syarahnya, dan (3) fiqih ( tasyri).[3]
B.
Masa
Umar bin Khatab ( 13-23 H: 634-644 M)
Umar bin al-Khattab lahir di Mekkah dari
Bani Adi yang masih satu rumpun dari suku Quraisy dengan nama lengkap Umar bin
al-Khattab bin abdul Uzza. Umar bin al-Khattab, Lahir 583 M Mekkah, Jazirah
Arab, Wafat 3 November 644, bergelar al-Faruq (Pemisah antara yang
benar dan batil), Amir al-Mu`miniin (Pemimpin Orang-Orang Beriman).
Keluarga Umar tergolong keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis
yang pada masa itu merupakan sesuatu yang sangat jarang terjadi.[4]
Pada masa khalifah Umar bin Khatab,
kondisi politik dalam keadaan stabil, usaha perluasan riwayat islam memperoleh
hasil yang gemilang. Bila islam pada masa umur bin khatab meliputi semenanjung
Arabia, Palestina, Syiria, Irak, Persia, dan Mesir.
Pada masa khalifah Umar bin khattab,
sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak di perbolehkan keluar dari daerah
kecuali atas izin khalifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi, kalau ada di
antara umat islam yang ingin belajar hadis harus pergi ke madinah, ini berari
bahwa penyebaran dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan adalah
terpusat di Madinah.
Dengan
meluasnya wilayah islam sampai ke luar jajirah arab, tampaknya khalifah
memikirkan pendidikan islam di daerah-daerah, yang baru di taklukan itu. Umar
bin khattab memerintahkan panglima perangnya, apabila mereka berhasil menguasai
satu kota, hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan
pendidikan.
Berkaitan dengan masalah pendidikan ini khalifah umar bin
khatab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota
madinah, mereka juga menerapkan di masjid dan pasar-pasar[5],
serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang di taklukan
itu, mereka bertugas mengajarkan isi al-Qur’an dan ajaran islam lainnya,
seperti fiqih pada penduduk yang baru masuk islam.[6]
Pada masa khalifah umar bin khattab, mata pelajaran yang
diberikan adalah membaca dan menulis Al-Qur’an dan menghafalnya serta belajar
pokok-pokok agama islam. Pendidikan islam pada masa umar bin khatab ini lebih
maju dibandingkan dengan sebelumnya. Pada masa ini tuntutan untuk belajar
bahasa arab juga sudah mulai tampak, orang yang baru masuk islam dari daerah
yang ditaklukan harus belajar bahasa arab, jika ingin belajar dan memahami
pengetahuan islam. Oleh karena itu pada masa ini sudah terdapat pelajaran
bahasa arab,[7]
Mhd. Dalpen dalam konteks ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan
pendidikan dimasa khalifah umar bin khatab lebih maju, sebab selama umar bin
khatab memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman. Lebih lanjut
Mhd. Dalpen mengatakan di samping telah di tetapkannya masjid sebagai pusat
pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan islam diberbagai
kota dengan materi yang di kembangkan,
baik dari segi ilmu, bahasa,
menulis dan pokok ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan di kelolah di bawah pengaturan
gubernur yang berkuasa saat itu, serta di iringi kemajuan di berbagai bidang,
seperti jawatan pos, kepolisian, baitulmal, dan sebagainya. Adapun sumber gaji
para pendidik pada waktu itu diambilkan dari daerah yang di taklukan dan dari
baitulmal.
Dan pada masa khalifah Utsman bin Affan, pelaksanaan pendidikan
Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya
melanjutkan apa yang telah ada, hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai
pendidikan islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan nabi Muhammad
yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa Khilafah umar bin khattab
, diberikan kelonggaran untuk keluar dan
menetap di daerah-daerah lain.
Walaupun perkembangan pendidikan di masa utsman bin Affan
stagnan atau status quo sebab
perkembangannya sama dengan perkembangan pendidikan pada masa sebelumnya., akan
tetapi ada satu usaha yang cukup cemerlang yang telah terjadi di masa
kekhalifaan Utsman bin Afan ini yang
berpengaruh luar biasa bagi perkembangan pendidikn islam selanjutnya,
yaitu pengkodifikasian tulisan ayat-ayat al-Qur’an yang berserakan. Usaha
pengkodifikasian al-Qur’an ini dilatarbelakangi oleh arus dialek pembacaan
al-Qur’an yang plural dan menimbulkan perselisihan antar umat islam sendiri.
Dengan fakta yang riil ini kemudisn Utsman bin Affan memerintahkan untuk
membentuk tim pengkodifikasian al-Qur’an yang terdiri dari Zaid bin Tsabit,
Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurahman bin Harist.
1. kondisi Masyarakat Masa
Umar bin Khatab
Abu
bakar telah merasakan persoalan yang timbul di kalangan kaum muslimin setelah
nabi wafat, bedasarkan hal inilah Abu Bakar menunjuk penggantinya yaitu Umar
bin Khattab. Tujuannya Abu Bakar menunjuk penggantinya agar supaya tidak
terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam, kebijakan Abu
Bakar tersebut ternyata diterimah masyarakat. Pada masa khalifah Umar bin
Khattab, kondisi politik dalam keadaan stabil, usaha perluasaan wilayah Islam
memperoleh hasil yang gemilang. Wilayah Islam pada masa Umar bin Khattab
meliputi semenanjung Arabia, Palestina, Syiriah, Irak Persia dan Mesir.
Dengan
meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kehidupan masyarakat dalam
segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki
keterampilan dan keahlian, sehingga dalam hal ini diperlukan pendidikan.
Meluasnya
kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar, karena
mereka yang baru menganut agama Islam ingin menimbah ilmu dari sahabat-sahabat
yang menerima langsung dari Nabi. Pada masa ini
telah terjadi mobilitas penuntut ilmu agama dari daerah-daerah yang jauh
dari Madinah, sebgai pusat agama Islam. Gairah menuntut ilmu agama islam ini
yang kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin ilmu keagamaan.
2. Perkembangan Pendidikan
Islam Pada Masa Umar bin Khattab.
a. lembaga pendidikan
lembaga
pendidikan pada masa khalifah Umar bin Khatab,
sama dengan masa Abu Bakar. Namun dari segi kemajuan lembaga pendidikan
begitu pesat, sebab selama Umar bin Khattab
memerintah negara berada dalam keadaan stabil dan aman, hal ini
menyebabkan ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan Islam di berbagai kota.
Pendidikan pada
masa itu berada di bawah pengaturan Gubernur. Disamping itu kemajuan dalam
bidang pendidikan juga terdapat kemajuan di berbagai bidang, seperti pos
pengiriman surat, kepolisian, baitul mal dan sebagainya. Adapun sumber gaji
para pendidik pada waktu itu diambilkan dari hasil yang dikelola daerah yang
ditaklukkan dan dari baitul mal.
b. Materi
Pendidikan
Materi pendidikan
pada masa Umar adalah materi pada kutab masa Abu Bakar disamping itu materi
yang diajarkan ditambah dengan beberapa mata pelajaran dan keterampilan. Ketika
Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah, ia menginstruksikan kepada pendidik
agar anak-anak diajarkan : (1) berenang, (2) mengendarai onta, (3) memanah, (4)
membaca, menghafal syair-syair yang mudah, dan peribahasa. Pada masa ini
tuntutan untuk belajar bahasa Arab, jika
ingin belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada masa ini
sudah terdapat pengajaran Bahasa Arab.
Materi pendidikan
pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari
(a) al-Qur’an dan tafsirnya, (b) Hadits dan mengumpulnya, dan (c) fiqih
(tasyri). Ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan duniawi dan ilmu filsafat belum dikenal pada masa itu. Hal ini
dimungkinkan mengingat kontruk sosial masyarakat ketika itu masih dalam
pengembangan wawasan keislaman yang lebih difokuskan pada pemahaman al-Qur’an
dan Hadits secara literal.
c. Pendidik
pada masa khalifah
Umar yang menjadi pendidik adalah beliau sendiri, serta guru-guru yang beliau
angkat. Umar merupakan seseorang pendidik yang sering melakukan penyuluhan
pendidikan di Kota Madinah. Beliau juga menerapkan pendidikan di
masjid-masjid dan pasar-pasar, serta
mengangkat dan menunjukm guru-guru
tiap-tiap daerah yang ditaklukan itu, dengan tugas mengajarkan isi al-Qur’an dan ajaran Islam lainnya, seperti fikih
kepada penduduk yang baru masuk Islam, disamping beliau sendiri sebagai
pendidik. Beliau juga menunjuk diantara sahabat-sahabat menjadi pendidik ke
daerah-daerah yang ditaklukan seperti Abdurrahman bin Ma’qal dan Imran bin al
Hasim, ditempatkan di Basyrah. Abd al-Rahman bin Ghanam dikirim ke Syiria dan
Hasan bin Abi Jabalah dikirim ke Mesir.[8]
C.
Masa
khalifah Usman bin Affan (23-35 H: 644-656 M)
Nama lengkap Utsman bin Affan bin al-
Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay al-Amawi Al- Quraisy
dilahirkan pada tahun 573 M dari kelahiran Rasulullah SAW. Ibunya bernama
al-Baida binti Abdul al- Muthalib, bibi Rasulullah SAW, yakni saudari kembar
Abdullah ayah Rasulullah SAW.[9]
Nama lengkapnya adlah
Usman ibn Umaiyyah. Beliau masuk islam atas seruan Abu Bakar as-Shidiq. Usman
bin Affan adalah termasuk saudagar besar dan kaya dan sangat pemurah
menafkahkan kekayaannya untuk kepentingan umat islam. Usman diangkat menjadi
khalifah dari pemilihan panitia enam yan
di tunjuk oleh khalifah Umar bin Khatab menjelang beliau akan wafat. Panitia
yang enam adalah: Usman, Ali bin Abi Thlib, Thalhah, Zubair bin Awwam, Saad bin
Abi Waqash dan Abdurrahman bin ‘Auf.
Pendidikan kekhalifaan selanjutnya di
gantikan oleh usman bin affan, yang memiliki nama lengkap usman bin abil ash
bin umaiyah dan masuk islam atas suruan dari abu bakar as-siddiq. Usman bin
affan adalah seorang lemah lembut dan termasuk saudagar besar dan kaya serta
sangat pemurah menafkahkan kekayaannya untuk kepentingan umat islam. Walaupun
usman bin affan memiliki beberapa kelebihan, tapi dalam hal pemikiran kreatif
tidak muncul, justru kelemahan-lembutnya itu dimanfaatkan oleh keluarga bani
ummaiyah yang pernah memegang kekuatan politik sebelum islam untuk meningkatkan
dan memberikan kedudukannya sebagai pemimpin kaum Quraisy pada masa islam.
Karena peluang yang dapat dimanfaatkan oleh keluarga bani ummaiyah untuk
menduduki jabatan penting menyebabkan timbulnya berbagai protes dan sikap
oposisi yang datang hampir dari seluruh daerah. Gerakan itu berakhir dengan
pembunuhan terhadap khalifah Utsman bin Affan.
Proses pelaksanaan pola pendidikan pada
masa usman ini lebih ringan dan lebih mudah di jangkau oleh seluruh peserta
didik yang ingin menuntut dan belajar islam dan dari segi pusat pendidikan juga
banyak, sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih tempat yang mereka
inginkan untuk memberikan pendidikan
kepada masyarakat.
Pada masa khalifah Usman bin Affan tidak banyak terjadi perkembangan
pendidikan, kalau dibandingkan dengan masa kekhalifaan Umar bin Khatab, sebab
pada masa khalifah Usman urusan pendidikan diserahkan saja kepada rakyat, dan
apabila dilihat dari segi kondisi pemerintahan Usman banyak timbul pergolakan
dalam masyarakat sebagai akibat ketidaksenangan mereka terhadap kebijakan Usman
yang mengangkat kerabatnya dalam jabatan pemerintahan.
1. Kondisi Masyarakat Pada Masa Usman bin Affan
Usman diangkat
menjadi khalifah tidak langsung ditunjuk oleh Umar bin khattab akan tetapi hasil dari pemilihan Panitia Enam
yang ditunjuk oleh khalifah Umar bin Khattab menjelang beliau akan meninggal.
Panitia yang enam itu adalah Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah,
Zubair bin Awam, Saad bin Abi Wasaq dan Abdurrahman bin Auf. Dengan sistem yang
dilakukan seperti itu situasi pemilihan khalifah berjalan dengan lancar, dan tidak
terjadi perselisihan dan perpecahan dalam masyarakat. Kondisi masyarakat pada
saat ini kondusif.
2. Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Usman bin Affan
Pada masa khalifah
Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam ditinjau dari aspek lembaga dan
materi, tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Pendidikan dimasa ini hanya
melanjutkan apa yang telah ada sebelumnya, namun hanya sedikit terjadi
perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan
dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa
Khalifah Umar, oleh Usman diberikan melonggarkan untuk keluar dan menetap di
daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi
pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.
Pola pendidikan
pada masa Usman ini lebih merakyat dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh
peserta didik yang ingin mempelajari ajaran Islam karena pusat pendidikan lebih
banyak, sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih tempat yang mereka
inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Pelaksanaan
pendidikan pada masa ini diserahkan kepada masyarakat dan masyarakatlah yang
lebih banyak inisiatif dalam melaksanakan pendidikan termasuk pengangkatan para
pendidikan termasuk pengangkatan para pendidik.
Walaupun demikian
ada usaha yang sangat cemerlang dan menentukan yang dilakukan Usman bin Affan,
yang sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan Islam dimasa yang akan datang,
usaha tersebut adalah terjadinya kodifikasi al-Qur’an.
D.
Masa
Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H: 656-661 M)
Ali bin Abi Thalib lahir sejak 13 Rajab 23 Prahijrah / 599
M. Beliau wafat 21 Ramadhan 40 Hijriyah / 661 M, adalah salah seorang pemeluk
Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad SAW. Ia adalah Khalifah
terakhir dari Khulafa’ur Rasyidin. ‘Ali adalah sepupu dari Nabi Muhammad dan
setelah menikah dengan Fatimah Az-Zahra, ia menjadi menantu Nabi Muhammad SAW. Ali dilahirkan di Makkah, daerah Hijaz, Jazirah Arab,
pada tanggal 13 Rajab. Menurut para ahli sejarah, ‘Ali dilahirkan 10 tahun
sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 M.[10]
Pada kepemimpinan Ali bin abi thalib ini umat islam
di guncang oleh peperangan saudara yaitu peperangan ali bin abi thalib dan
aisyah (istri nabi Muhammad) beserta talhah dan
Abdullah bin zubair karena kesalahpahaman dalam menyikapi pembunuhan
terhadap khlifah ke tiga yaitu utsman bin affan.peperangan tersebut terkenal
dengan istilah perang zamal (unta) karena pada waktu perang aisyah mengendarai
unta sebagai kendaraan perangnya. Setelah mengatasi peperangan aisyah, muncul
juga pemberontakan yang lain sehingga masa kekuasaan khalifah ali tidak pernah
mendapat ketenangan dan kedamaian.
Dan keadaan ini pun tidak akan mampu membentuk
lingkungan yang kondusif terhadap keberlangsungan pendidikan terlebih dalam
perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan kericuhan politik pada masa ali bin abi
thalib berkuasa, kegiatan pendidikan mendapat hambatan dan gangguan yang sangat
tinggi. Konsekuensi logisnya adalah pemerintahan ali bin abi thalib tidak
memfokuskan kegiatan pemerintahannya pada peningkatan pendidikan secara
akseleratif.
Bedasarkan uraian diatas, pada masa ali terjadi
kekacauan dan pemberontakan, sehingga dimasa ia berkuasa pemerintahannya tidak
stabil. Dengan kericuhan politik, pada masa ali berkuasa kegiatan pendidikan
islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada masa itu ali tidak sempat lagi
memikirkan masalah pendidikan. Sebab keseluruhan perhatiannya di tumpahkan pada
masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakat islam. Dengan demikian, walupun
pendidikan pada msa khulafaur rasyidin tidak jauh berbeda dengan masa nabi yang
menekan pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran islam yang bersumber pada
al qur’an dan hadis nabi.
1. Kondisi Masyarakat pada Masa
Ali nim Abi Thalib.
Ali bin Abi Thalib
adalah khalifah yang keempat setelah Usman bin Affan. Pemerintahannya diguncang
oleh peperangan dengan Aisyah (Istri Nabi) beserta Thalhah dan Abdullah bin
Zubair. Peperangan ini disebabkan karena
kesalahpahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap Usman bin Affan/ peperangan
tersebut dinamakan Perang Jamal (unta) karena Aisyah menggunakan unta. Setelah
berhasil mengatasi pemberontkan Aisyah, dan lawan-lawanya muncul pula
pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan Khalifah Ali bin Abi Thalib tidak
pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian.
Peperangan
selanjutnya terjadi dengan Muawiyyah bin Abi Sufyan. Muawiyyah sebagai gubernur
di Damaskus memberontak untuk menggulingkan kekuasaannya. Peperangan ini
disebutkan dengan peperanga shiffin. Ketika tentara muawiyyah terdesak oleh
pasukan Ali pada peperangan tersebut, maka Muawiyyah segera mengambil siasat
untuk menyatakan tahkim (penyelesaian dengan adil dan damai). Semua Ali
menerimanya, namun tahkim malah menimbulkan kekacauan, dikarenakan Muawiyyah
melakukan kecurangan. Dan dengan adanya
tahkim tersebut Muawiyyah berhasil mengalahkan Ali bin Abi Thalib dan
mendirikan pemerintahan tandingan di Damaskus. Sementara itu, sebagian tentara
yang menentang keputusan Ali bin Abi Thalib dengan cara tahkim, meninggalkan
Ali dan membuat kelompok tersendiri. Kelompok tersebut disebut Khawarij.
2. Perkembangan Pendidikan
Islam Pada Masa Ali bin Abi Thalib
Pada masa Ali bin
Abi Thalib tidak terlihat perkrmbangan pendidikan yang berarti karena pada masa
ini telah terjadi kekacauan politik dan pemberontakan, sehingga dimasa ia
berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali
berkuasa, kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat
itu Ali bin Abi Thalib tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab
keseluruhan perhatiannya ditumpahkan kepada masalah keamanan di dalam
pemerintahannya.
E. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam
Lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang ada sebelum kebangkitan madrasah pada masa klasik adalah:
1) Shuffah,
pada masa Rasulullah SAW. suatu tempat untuk aktivitas pendidikan yang
menyediakan pemondokan bagi yang miskin, ada
Sembilan shuffah
diantanya di samping Masjid Nabawi
2) Kuttab/Maktab,
berarti tempat tulis menulis
3) Halaqah, artinya lingkaran,
proses belajar mengajar dimana murid melingkari muridnya, di masjid-masjid atau
di rumah-rumah, mendiskusikan ilmu agama, ilmu pengetahuan , dan filsafat
4) Majlis,
ada 7 macam majlis menurut Muniruddin Ahmed: a. Majlis Al-Hadis; b. Majlis
al-Tadris; c. Majlis al-Munazharah; d. Majlis Muzakarah; e. Majlis al-Syu’ara;
f. Majlis al-Adab; 5) Masjid
6)
Khan, asrama murid-murid yang dari luar
kota untuk belajar Islam di suatu masjid, Ribath,
tempat kegitan kaum sufi yang dipimpin oleh Syaikh,
Rumah-rumah Ulama,
Toko-toko Buku
dan Perpustakaan,
Rumah Sakit,
Badiah (Padang Pasir, Dusun Tempat
Tinggal Badwi).[11]
Di zaman khulafaur rasyidin,
sahat-sahabat Nabi SAW. terus melanjutkan peranannya yang selama ini mereka
pegang, tetapi zaman ini muncul kelompok tabi’in yang
berguru kepada lulusan-lulusan pertama. Diantaranya yang paling terkenal di
Madinah adalah: Rabi’ah al-Raayi
yang membuka pertemuan ilmiah di Masjid Nabawi.[12]
1) Al-Kuttab,
didirikan pada masa Abu Bakar dan Umar yaitu sesudah penaklukan-penaklukan dan
sesudah mereka mempunyai hubungan dengan bangsa-bangsa yang telah maju.
Utamanya mengajarkan Alquran kepada anak-anak, selanjutnya mengajarkan membaca,
menulis dan agama. Khuda
Bakhsh:
pendidikan di al-kuttab
berkembang tanpa campur tangan pemerintah, dalam mengajar menganut sistem
demokrasi.
2) Mesjid dan Jami’. Mesjid mulai
berfungsi sebagai sekolah sejak pemerintahan khalifah kedua, Umar, yang
mengangkat “penutur”, qashsh,
untuk masjid di kota-kota, umpamanya Kufah, Basrah, dan Yastrib guna membacakan
Alquran dan Hadits (Sunnah Nabi). Mesjid lembaga ilmu pengetahuan tertua dalam
Islam. Mesjid terkenal tempat belajar adalah:
a.
Jami’
Umaar bi ‘Ash (mulai tahun 36 H). Pelajaran agama dan budi
pekerti. Imam syafi’i datang ke Mesjid ini (182 H) untuk mengajar, sdh 8 halaqat
(lingkaran) yang penuh dengan para pelajar.
b.
Jami’
Ahmad bin Thulun (didirikan 256 H). Pelajaran Fiqh,
Hadis,
Alquran
dan Ilmu kedokteran.
c. Masjid Al-Azhar
ada di Universitas Al-Azhar
3) Duwarul
Hikmah dan Duwarul Ilmi,
muncul pada masa Abbasiyah
(masa bangkitnya intelektual), lahir pada masa Al-Rasyid.
4)
Madrasah,
muncul pada akhir abad ke IV H. Yang dikembangkan oleh golongan-golongan Syi’ah
(pengikut Ali) dengan tujuan mengendalikan pemerintahan, gerakan ilmu
pengetahuan dan sejalan dengan pendapatpendapat golongan mistik yang extreme.
Di Mesir didirikan sesudah hilangnya Fathimiyah.
5)
Al-Khawanik, Azzawaya dan Arrabath,
di rumah-rumah orang sufi abad ke XIII M.
6)
Al-Bimarista,
sejenis rumah sakit pada masa Al-Walid bin Abdul Malik tahun 88 H. memberikan
pelajaran kedokteran.
7)
Halaqatud Dars dan Al-Ijtima’at
Al-‘Ilmiyah, pada masa Ibnu Arabi pada abad ke dua
H.
8) Duwarul
Kutub, perpustakaan-perpustaan besar. Misalnya:
Perpustakan yang didirikan disamping madrasah al-Fadhiyah
(buku 100.000 buku).
F. Pusat-pusat Pendidikan dan para Ulama yang terkenal
pada masa Khulafah’al Rasyidin
Dengan meluasnya
kekuasaan Islam pada masa ini berkembang pula pusat-pusat kegiatan pendidikan
Islam, baik bagi mereka yang baru masuk Islam, bagi para generasi muda
(anak-anak), maupun bagi mereka yang akan memperdalam dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dalam Islam.
Menurut Mahmud Yunus, bahwa pusat-pusat pendidikan
masa-masa Khulafa’al Rasyidin adalah sebagai berikut :
1.
Madrasah
Mekkah
Guru pertama yang mengajar di Mekkah, ialah Mu’az
bin Jabal. Ialah yang mengajarkan al-Qur’an, hukum-hukum halal dan haram dalam
Islam. Pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86 H), Abdullah bin Abbas
pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana. Ia mengajarkan Tafsir, Hadist, Fiqh dan
Sastra. Abdullah bib Abbaslah yang merupakan pembangun madrasah Mekkah yang
kemudian menjadi termasyhur ke seluruh penjuru negeri Islam. Diantara
murid-murid bin Abbas yang menggantikannya sebagai guru di madrasah Mekkah ini
adalah; Mujahid bin Jabbar, seseorang ahli tafsir al-Qur’an Atta bin Abu Rabah, yang termashyur keahliannya
dalam ilmu fiqih, dan Tawus bin Kaisan, seseorang fuqaha dan Mufti di Mekkah.
Kemudian diteruskan oleh murid-murid
berikutnya, yang terkenal yaitu Sufyan bin Uyainah dan Muslim bin Khalid Al
Zanji. Imam Al Syafi’i sebelum berguru ke Madinsh, pernah belajar di Madrasah
Mekkah kepada kedua ulama tersebut.
2.
Madrasah
Madinah
Madrasah Madinah ini lebih termasyhur, karena
disanalah tempat khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman, dan disana pula banyak
tinggal sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW. Diantara sahabat yang mengajar di
Madrasah Madinah ini adalah Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin
Tsabit dan Abdullah bin Umar. Zait bin Tsabit adalah seseorang ahli qiraat
fiqih, dan beliaulah yang mendapatkan tugas memimpin penulisan kembali
al-Qur’an, baik di Zaman Abu Bakar
maupun di zaman Usman bin Affan. Sedangkan Abdullah bin Umar adalah seorang
ahli hadits. Beliau dianggap sebagai pelopor mazhat Ahl al-Hadist yang
berkembang pada masa-masa berikutnya.
Setelah ulama-ulama
sahabat wafat, digantikan oleh murid-muridnya (tabiin) yang terkenal; Sa’ad bin
Musyayab dan Urwah bin Al Zubair bin Al Awwan, yang pada generasi berikutnya
kemudian muncul seorang ahli Hadits dan Fiqih; Ibn Syihab al-Zuhri, dari
madrasah Madinah dan menjadi pelopor mazhab yang termasyhur.
3.
Madrasah
Basrah
Ulama sahabat yang terkenal di Basrah ini ialah Abu
Musa al-Asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa terkenal sebagai ahli Fiqh, Hadist
dan ilmu al-Qur’an, sedangkan Anas bin Malik termashyur dalam ilmu hadits.
Diantara guru madrasah Basrah yang terkenal adalah;
Hasan al Basri dan bin Sirin. Hasan al Basri, disamping seorang ahli Fiqh, ahli
pidato dan kisah, juga terkenal sebagai seorang ahli pikir dan tassawuf. Ia
dianggap sebagai perintis mazhab Ahl al Sunnah dalam lapangan Ilmu Kalam.
Sedangkan Ibn Sirin,adalah seorang ahli Hadits dan Fiqh yang belajar langsung dari
Zaid bin Tsabit dan Annas bin Malik.
4.
Madrasah Kufah
Ulama sahabat yang ditinggal di Kufah ialah Ali bin
Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Ali bin Abi Thalib mengurus masalah politik
dan urusan pemerintahan, sedangkan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru agama. Ibn
Ma’ud adalah utusan resmi Khalifah Umar untuk menjadi guru agama di Kufah.
Beliau adalah seorang ahli Tafsir, ahli Fiqh dan banyak meriwayatkan
Hadits-Hadist Nabi Muhammad SAW. Diantara murid-murid Ibn Mas’ud yang terkenal
kemudian menjadi guru di
Kufah ini adalah; Alqamah, Al Aswad, Masruq, Al Haris bin Qais dan Amr bin
Syurahbil. Madrasah kufah ini kemudian melahirkan Abu Hanifah, salah seorang
imam mazhab yang terkenal, dengan penggunaan ra’yu dalam beritjihad.
5.
Madrasah
Damsyik
Setelah negeri Syam
(Syiriah) menjadi bagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama
Islam, maka Khalifah Umar bin Khattab mengirimkan 3 orang guru agama ke negeri
itu, yaitu; Muaz bin Jabal, Ubada dan Abu Dar’da. Ketiga sahabat ini mengajar
di Syam pada tempat-tempat yang berbeda, yaitu Abu Dardak di Damsyik, Muaz bin
Jabal di Palestina dan Ubadah di Hims. Kemudian mereka digantikan oleh
murid-muridnya (tabi’in) seperti Abu Idris al-khailany, Makhul al Damsyik, Umar
bin Abdul Aziz dan Raja bin Haiwah. Akhirnya madrasah itu melahirkan iman
penduduk Syam, yaitu Abdurrahman al Auza’i yang sederajat ilmunya dengan Imam
malik dan Abu Hanifah.
6.
Madrasah
Fistat (Mesir)
Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan
menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin Amr bin Al Asy. Ia adalah seseorang
ahli Hadits. Ia tidak hanya menghafal Hadits-Hadits yang didengarnya dari Nabi
Muhammad SAW melainkan juga menuliskannya dalam catatan, sehingga ia tidak lupa
atau khilaf dalam meriwayatkan Hadits itu kepada murid-muridnya. Guru berikutnya yang termasyhur sesudahnya ialah Yazid
bin Abi Habib Al Nuby dan Abdillah bin Abiu Ja’far bin Rabi’ah. Diantara murid
Yazid yang terkenal adalah Abdullah bin
Lahi’ah dan al-Lais bin Said. Yang tersebut terakhir juga terkenal sebagai
ulama yang mempunyai mazhab tersendiri dalam bidang Fiqh, sebagaimana
Al-Auza’i.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masa pemerintahan Abu Bakar sangat singkat (632-634) tetapi
sangat penting. terutama berperan melawan Riddah
(Kemurtadan), orang yang mengaku
sebagai Nabi dan orang-orang yang enggan membayar pajak. Abu Bakar memusatkan
perhatian untuk memerangi para pemberontak, dalam penumpasan ini banyak umat
Islam yang gugur, terdiri dari para sahabat Rasulullah dan hafidz
Alquran. Karena itu Umar ibn Khattab menyarankan kepada khalifah Abu Bakar
untuk mengumpulkan ayat Alquran. Realisasinya diutusnya Zaid bin Tsabit untuk
mengumpulkan semua tulisan Alquran. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri
dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan.
Khalifah
Umar Ibnu Khattab merupakan seorang pendidik yang
melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan
pendidikan di masjid-masjid dan pasar pasar, serta mengangkat guru-guru untuk
tiap-tiap daerah yang ditaklukkan. Mereka bertugas mengajarkan isi Alquran,
fiqih, dan ajaran Islam lainnya kepada penduduk yang baru masuk Islam. Mata
pelajaran agama Islam pada masa khalifah Umar lebih maju dan lebih luas, serta
lebih lengkap. Ijtihad Umar di kalangan ahli fiqih, Umar mengusulkan
penyelenggaraan salat tarawih berjamaah, penambahan kalimat as-salâtu
khairun minan-naum (salat lebih baik dari pada tidur)
dalam azan subuh, ide perlunya pengumpulan ayat-ayat Alquran, dan penentuan
kalender Hijrah.
Khalifah
Usman
meminta mengumpulkan naskah Alquran yang disimpan Hafsah binti Umar, naskah ini
merupakan kumpulan tulisan Alquran yang berserakan pada masa pemerintahan Abu
Bakar. Khalifah Usman kemudian membentuk suatu badan atau panitia pembukuan
Alquran, yang anggotanya terdiri dari : Zaid bin Sabit sebagai ketua panitia
dan Abdullah bin Zubair serta Abdurrahman bin Haris sebagai anggota. Salinan
Alquran dengan nama alMushaf al Imam di
Madinah, oleh panitia diperbanyak menjadi lima buah. Dan empat lainnya
dikirimkan ke Mekah, Suriah, Basrah, dan Kufah.
Periode Ali Ibnu Abi Thalib kegiatan pendidikan
pada saat itu mengalami hambatan dengan adanya perang saudara. Ali tidak sempat
memikirkan masalah pendidikan, karena yang lebih penting dan mendesak
memberikan jaminan keamanan, ketertiban dan ketentraman dalam segala kegiatan
kehidupan, yaitu mempersatukan kembali kesatuan umat, tetapi Ali tidak
berhasil. Dasar pendidikan Islam yang tadinya bermotif aqidah tauhid, sejak
masa itu tumbuh di atas dasar motivasi, ambisius kekuasaan, dan kekuatan.
Khulafaur Rasyidin lebih banyak bekerja berdasarkan
suri teladan yang dibentangkan oleh Rasul. Dengan cara demikian, mereka
menyempurnakan pekerjaan raksasa yang telah dimulai oleh Rasulullah Saw. Khulafaur
Rasyidin dipilih dengan cara musyawarah, tetapi sesudah
periode khulafaur rasyidin merupakan kerajaan
yang diwarisi oleh anggota keluarganya, bahkan saling berebut kekuasaan dan
hidup dengan kemewahan.
B.
Saran
Demikianlah yang dapat penulis paparkan mengenai
pendidikan Islam pada masa Khulafah Rasyidin. Penulis sadar makalah ini jauh
dari kata sempurna, untuk itu penuli sangat mengharapkan masukan dari pembaca
untuk kesempurnaan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Asrohah Hanum,
2001, sejarah peradaban islam, Jakarta:Wacana
Ilmu
Langgulung
Hasan, 2001, Pendidikan Islam Dalam Abad ke
21, Jakarta: PT Alhusna Zikra
Nata Abuddin, 2010, Sejarah Pendidikan Islam pada periode Klasik dan pertengahan,
Jakarta: PT Raja Grafindo
Nizar Samsul, 2009, sejarah pendidikan islam, Jakarta:Kencana
Ramayulis, 2011, sejarah pendidikan islam, Jakarta:Kalam Mulia
Syadid Muhammad, 2001, konsep pendidikan dalam Al-Qur’an, Jakarta:Salam
Yatim Badri,
2001, sejarah peradaban islam, Jakarta:Raja
Grapindo persada
di akses pada tanggal 27 maret 2019, pukul
11.05 WIB
di akses pada tanggal 27 maret 2019, pukul
11.10 WIB
di akses pada tanggal 27 maret 2019, pukul
11.18 WIB
di akses pada tanggal 27 maret 2019, pukul
11.15 WIB
[2] Badri
Yatim, sejarah peradaban islam, (Jakarta:Raja
Grapindo persada, 2001), hal 36
[3]
Ramayulis, sejarah pendidikan islam, (Jakarta:Kalam
Mulia, 2011), hal 55-57
[4]https://www.infobiografi.com/biografi-dan-profil-umar-bin-khatab-beserta-riwayat-lengkapnya/
[5]
Muhammad Syadid, konsep pendidikan dalam
Al-Qur’an, (Jakarta:Salam, 2001), hal 37
[6]
Samsul Nizar, sejarah pendidikan islam, (Jakarta:Kencana,
2009), hal 47
[7]
Hanum Asrohah, sejarah peradaban islam, (Jakarta:Wacana
Ilmu, 2001), hal 18
[8] Ramayulis,
Op.cit. hal 57-59
[10]
https://www.secangkirilmu.com/biografi-ali-bin-abi-thalib/
[11] Abuddin Nata dalam, Sejarah Pendidikan Islam pada periode Klasik
dan pertengahan, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2010), h. 32-42.
[12] Hasan Langgulung, Prof. Dr. Pendidikan Islam Dalam Abad ke 21, (Jakarta:
PT Alhusna Zikra, 2001), h. 16.
[13]
Ramayulis, Op.cit.hal 62-64
0 komentar:
Posting Komentar